Penantang Donald Trump, Joe Biden, memimpin sementara perolehan poling nasional Pemilihan Presiden Amerika Serikat atau Pilpres AS 2020. Joe Biden selalu unggul di atas 10 persen. Melansir BBC.com, Selasa (2/11/2020), Biden memimpin poling nasional dengan 52%.
Sementara Donald Trump tertinggal 43%. Apakah Donald Trump si petahana akan tumbang kali ini? Tunggu dulu! Jangan pernah remehkan petahana tiap pemilihan.
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tertinggal jauh dari Joe Biden dalam polling pemilih di pilpres AS 2020, tapi bukan berarti tak ada peluang menang bagi sang petahana. Debat capres AS sudah berakhir, puluhan juta orang Amerika sudah memberikan suaranya, dan Biden digadang gadang akan melenggang ke Gedung Putih. Namun, masih ada peluang dari Trump untuk menyalip capres dari Partai Demokrat tersebut, misalnya dengan memenangkan negara bagian Florida dan Pennsylvania.
Trump kalah suara di popular vote dari Hillary Clinton pada 2016 dengan hampir 3 juta suara, dan kemungkinan besar juga akan kalah dari Biden. Akan tetapi, Presiden "Negeri Paman Sam" tidak diputuskan oleh popular vote melainkan Electoral College yang beranggotakan 538 orang. Trump bisa menggenggam masa jabatan keduanya dengan memenangkan Electoral College.
Masing masing dari 50 negara bagian AS ditambah Washington DC memiliki jumlah electoral votes yang sama dengan jumlah anggotanya di DPR ditambah dua Senator mereka. California dengan 55 electoral votes adalah yang terbesar, diikuti Texas dengan 38, Florida dan New York masing masing 29, dan Pennsylvania dengan 20. Capres AS butuh minimal 270 electoral votes untuk bisa melaju ke Gedung Putih. Skema yang "masuk akal" Menurut jajak pendapat dan para pakar, Trump hampir pasti akan memenangkan 163 electoral votes dari negara bagian yang dimenangkannya empat tahun lalu.
Biden sementara itu diprediksi akan meraup setidaknya 260 electoral votes termasuk di dua negara bagian yang pada 2016 dimenangkan Trump yakni Michigan dan Wisconsin. Tapi kalaupun Trump kalah di Michigan dan Wisconsin, masih ada peluang dia menang pilpres. "Jika Donald Trump memenangkan semua negara bagian yang dia menangkan terakhir kali dengan pengecualian Wisconsin dan Michigan serta mempertahankan Pennsylvania, North Carolina, Arizona, dan Florida, dia menang," kata Capri Cafaro mantan anggota Demokrat dari senat negara bagian Ohio.
"Dia akan dapat 270 (suara)," lanjut Cafaro yang sekarang menjabat eksekutif American University. "Dan itu masuk akal. Itu sangat, sangat mungkin," katanya dikutip dari AFP, Rabu (28/10/2020). Pengamat hubungan Internasional dari Universitas Indonesia, Makmur Keliat, mengatakan meski tidak ada dampak langsung dari pemilu AS terhadap Indonesia, dia memandang Indonesia akan diuntungkan jika tak ada lagi perang dagang antara AS dan China, seperti yang terjadi selama empat tahun terakhir di bawah pemerintahan Trump.
"Kita harus mencatat dengan jelas bahwa kita tidak terlalu penting bagi Amerika secara perdagangan, tetapi kita menganggap Amerika Serikat penting bagi kita secara perdagangan dan investasi," ujar Makmur kepada BBC News Indonesia, Senin (26/10). "Bagi Indonesia hubungan akan menjadi lebih baik jika Amerika dan China dalam hubungan yang lebih bersifat kerjasama daripada konflik," lanjutnya kemudian. Berdasarkan sejumlah jajak pendapat, posisi Biden di atas angin untuk memenangi pemilu di AS. Jika Biden terpilih, diproyeksikan akan menormalisasi hubungannya dengan China.
Namun hasil akhir pemilu bisa jadi lain, seperti yang terjadi pada pilpres 2016. Ekonom dari Samuel Sekuritas Indonesia, Ahmad Malik Zaini, mengatakan jika Trump kembali terpilih, dia kemungkinan akan kembali memangkas pajak seperti yang sudah dia lakukan pada periode sebelumnya. Pada saat yang sama, stimulus fiskal yang direncanakan Trump dalam periode 2021 2024 hanya akan terbatas sekitar US$334 miliar, sebagai konsekuensi berlanjutnya pemotongan yang pajak membuat penerimaan negara lebih rendah.
Sedangkan pesaingnya dari Partai Demokrat, Joe Biden, dalam manifesto kebijakan ekonominya menegaskan akan melakukan kebijakan yang berbeda 180 derajat dengan Trump, seperti menaikkan berbagai macam pajak termasuk pajak korporasi yang diperkirakan akan naik 15% seperti sebelum era Trump dan pajak pendapatan. Dari sisi belanja negara, Biden yang pernah menjabat sebagai wakil presiden para era Presiden Barack Obama berjanji memberikan stimulus fiskal yang jauh lebih besar dibanding Trump, yakni sekitar US$2,5 triliun selama periode 2021 2024. Mantan wakil presiden AS, Joe Biden, berjanji memberikan stimulus fiskal yang jauh lebih besar dibanding Trump, yakni sekitar US$2,5 triliun selama periode 2021 2024
"Karena ekonomi Amerika merupakan 30% dari ekonomi dunia. Maka ketika AS melakukan stimulus besar pasti dampaknya akan cukup besar bagi negara emerging market, maupun di seluruh dunia," jelas Ahmad Malik. Konsekuensi jika Trump menjadi presiden lagi, ujar Ahmad, kemungkinan pemulihan ekonomi akan jauh lebih lamban. Namun jika Biden yang terpilih, pemulihan ekonomi dunia akan semakin cepat. Laporan terbaru lembaga riset Moody's Analytics memproyeksikan ekonomi AS akan tumbuh lebih tinggi jika Biden sebagai presiden AS, yakni naik 4,2% pada periode 2020 2014.
Jika Trump kembali terpilih, ekonomi AS diproyeksikan hanya akan tumbuh sebesar 3% pada periode 2021 2024, menurut laporan Moody's Analytic Sementara jika Trump kembali terpilih, ekonomi AS diproyeksikan hanya akan tumbuh sebesar 3% pada periode yang sama. Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi global sejak tahun 2019 telah mengalami penurunan akibat perang dagang Amerika Serikat dengan China.
Perlambatan ekonomi pada tahun 2020 pun diperburuk oleh menyebarnya virus corona yang saat ini telah menjangkiti 213 negara. Bahkan, Indonesia sebagai negara berkembang harus merasakan kontraksi minus 5,23% pada kuartal III 2020. Adapun Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 menjadi minus 1,5%, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya pada Juni sebesar minus 0,3%.